4 November 2015

Artikel



METODE BREEDING MERPATI 


A. Steven Van Breemen
Steven Van Breemen mengembangkan sebuah metode ternak yang disebut : “Population Genetics“. Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi burung yang ada dalam kandang kita dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 burung di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh. Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super racer.

Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory Mendel yang dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip perkawinan silang, perkawinan dalam dan perkawinan marga secara sistematis dan tercatat dengan detail. Menurut Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan ongkang-ongkang kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
Teori population genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang serius, konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus diawali dengan suatu angan-angan tentang kualitas burung yang nantinya ingin kita hasilkan.
1. Perkawinan Crossbreeding
Sebelum mulai beternak, kita harus berkhayal dulu. Berkhayal tentang seperti apa typical karakter burung pembalap terbaik yang kita idam-idamkan. Bukan sekedar ikut-ikutan hanya melihat burung-burung juara yang ada. Burung juara belum tentu sempurna. Maka khayalan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar burung juara. Agak idealis kelihatannya, tapi inilah cita cita yang harus dicapai, bagaimanapun sulitnya. Untuk perkawinan silang pertama, carilah pasangan indukan yang sesuai dengan kriteria khayalan kita tersebut. Memakai burung juara lebih dianjurkan. Tapi jangan asal comot!!!. Burung juara banyak ragam typikal kerjanya. Misalkan ingin punya burung dengan typical jarak jauh yang slim, maka carilah burung juara yang tipikal kerjanya jarak jauh yang slim. Kemudian cari juga pasangan betinanya yang keturunan burung typical jarak jauh yang slim. Hasil dari perkawinan silang pertama ini diharapkan muncul burung-burung dengan karakter jarak jauh yang slim secara merata pada anakannya. Perkawinan silang pertama ini saya anggap adalah tahapan yang paling penting untuk pondasi tahapan perkawinan berikutnya. Hasil anakan 75% harus rata karakternya. Ini untuk menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya yaitu perkawinan dalam dan menghindari set back yang bisa membuang waktu percuma.
2. Perkawinan Inbreeding
Tujuan perkawinan dalam adalah mencetak indukan (parental stock) yang menyatukan sifat-sifat positif yang dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan).
Hasil inilah yang saya sebut “investasi”, modal dasar dan aset ternakan kita yang sangat berharga. Anakan hasil perkawinan dalam, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental stock, bukan untuk dijadikan pembalap. Syukur-syukur kalo ternyata hasilnya bisa jadi pembalap. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki melalui tahapan berikutnya.
3. Perkawinan Linebreeding
Setelah dapat modal dari perkawinan dalam, diperkuat lagi dengan perkawinan marga. Bila dipasangkan (misalnya) dengan paman yang punya typical jarak jauh yang slim, hasilnya sudah bisa dipastikan : burung dengan karakter jarak jauh yang sempurna serta sangat dominan. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Steven sebagai “super breed”. Yaitu burung yang memiliki daya turun indukan yang kuat terhadap anak-anaknya.
4. Perkawinan Backcrossing
Super breeder ini boleh dicoba untuk disilangkan dengan burung dari trah lain (perkawinan silang kedua). Tujuannya untuk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan karakter. Kalau di kawin silangkan dengan burung lain yang typical jarak jauh, hasilnya pasti burung dengan typical jarak jauh yang sempurna. Kalau di kawin silangkan dengan burung yang sifatnya agak berbeda, typical jarak jauhnya hanya sedikit dan tenang misalnya, maka typical jarak jauhnya tidak akan hilang. Justru kita berharap burung dengan tipikal jarak jauh dan tenang. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai : ”Super Racer”.
Beberapa prinsip yang harus dipahami :
- Tujuan utama teori population genetics adalah untuk melestarikan karakter/sifat-sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake saja istilah “geno-type”) , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type). Dengan kata lain, tujuan teori ini adalah menciptakan ‘”super breeder”.
- Perkawinan Inbreeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan sifat-sifat/ karakter dua burung yang berbeda, baik karakter yang positif maupun yang negatif. Ingat, tidak ada burung yang sempurna. Oleh karenanya rumus perkawinan Inbreeding adalah “the best vs the best”. Mr Breemen memakai istilah “super breeder” vs “super breeder”. Yang kedua, super breeder harus mempunyai karakteristik yang dapat mendukung “khayalan” kualitas burung yang ingin dihasilkan dari ternak kita. Misalnya kalau kita menghayalkan bahwa hasil ternakan kita harus typical jarak jauh, maka cari indukan yang typical jarak jauh. Kalau sekarang belum memiliki atau belum mampu memiliki indukan yang “ideal”, menurut saya tidak perlu khawatir karena kualitas indukan dapat diperbaiki melalui perkawinan Crossbreeding.

Mungkin ada yang bertanya, kalau kita sudah punya “super breeder” kenapa tidak itu saja diternak dan nggak perlu repot-repot pakai teori population genetics?? Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yang kita punya suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yang gagal mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak burung-burung juara yang terputus generasinya.
- Perkawinan Crossbreeding yang pertama adalah pada saat awal memulai ternak dimana indukan berasal dari dua darah (strain) yang berbeda sedangkan perkawinan Crossbreeding yang kedua dilakukan dengan dua tujuan, yaitu apabila kita ingin memproduksi pembalap dan untuk memperbaiki kualitas darah yang sudah ada (menambahkan elemen baru atau “additive characteristics” yang sudah ada).
- Aplikasi teori population genetics menuntut adanya sistem seleksi yang ekstra ketat. Beberapa waktu yang lalu ada pendapat yang mengatakan untuk bisa memakai sistem perkawinan Inbreeding, maka kita harus menjadi ahli “membunuh” burung. Istilah ini sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan bahwa anakan yang akan melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat. Myron Kulik menyarankan, pilihlah anak betina yang mirip bapaknya dan anak jantan yang mirip ibunya. Yang perlu dipahami, pengertian “mirip” disini bukan mirip secara fisik, tapi yg lebih penting adalah karakternya (tetapi kalau secara fisik juga mirip ya tidak apa-apa). Di sini lagi-lagi diperlukan “feeling” dan keahlian dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa melakukan seleksi, misalnya untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita teteskan 5 pasang, lalu dari situ dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yang akan melanjutkan karakter moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yang akan diseleksi, akan semakin bagus.
- Hasil perkawinan Inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri kehilangan vitalitas (burung hasil perkawinan Inbreeding menunjukkan gejala penurunan vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya vitalitas pada burung hasil perkawinan dalam berarti effek dari perkawinan dalam itu lebih bagus.
Burung hasil perkawinan Inbreeding tidak cocok untuk lomba, tapi hanya cocok untuk menjadi indukan (orang Eropa biasanya beli burung bukan untuk dimainkan tapi untuk diternak. Turunanya nanti yang dimainkan.
Vitalitas yang hilang itu akan didapatkan kembali apabila hasil perkawinan Inbreeding ini disilangkan dengan burung lain. Perkawinan Inbreeding dimaksudkan untuk membangun sifat-sifat yang akan selalu diturunkan kepada turunannya (offspring), sedangkan perkawinan Crossbreeding untuk menambah sifat-sifat/karakter yang sudah ada seperti menambah vitalitas dan kekuatan.
Dengan perkawinan Inbreeding kita bisa memperbaiki kualitas yang jelek. Perkawinan Inbreeding adalah pengurangan variasi atau keragaman. Semakin banyak/sering suatu darah tertentu (strain) dilakukan perkawinan Inbreeding maka turunannya akan mirip satu sama lain.
Menjodohkan bapak dan anaknya yang cewek atau ibu dengan anaknya yang cowok lebih efektif hasilnya dari pada menjodohkan kakak dengan adiknya (meskipun sama-sama perkawinan Inbreeding tapi sepertinya dampaknya berbeda).

 Sumber – merpati.org